MembongkarKesesatan Ajaran Wahabi Yang Membagi Tauhid kepada 3 Bagian; tauhid uluhiyyah, tauhid Rububiyyah, tauhid Asma' Wash-shifa t. oleh AQIDAH AHLUSSUNNA H: ALLAH ADA TANPA TEMPAT Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan tauhid al-Asmâ' Wa ash-Shifât adalah bid'ah batil yan menyesatka n.
tauhidrububiyah adalah mengesakan allah ta'ala dalam pekerjaan-nya seperti mencipta, menguasai, mengatur, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan dan semisal itu. maka seorang hamba tidak sempurna tauhidnya sampai mengakui bahwa allah ta'ala itu tuhan segala sesuatu, pemilik, pencipta, pemberi rizki, bahwa dia yang menghidupkan
TauhidRububiyah mengharuskan Tauhid Uluhiyah, maksudnya mengakui Tauhid Rububiyah mewajibkan mengakui Tauhid Uluhiyah dan mewujudkannya. Barangsiapa mengetahui bahwa Allah adalah Tuhannya, Pencipta dan Pengatur urusan-urusannya, maka dia wajib menyembahNya semata, tidak ada sekutu bagiNya. Tauhid Uluhiyah mengandung Tauhid Rububiyah, artinya
Tauhiduluhiyah ini pula yang menjadi tujuan diciptakannya jin dan manusia. Tauhid uluhyah pula yang menjadi misi utama dakwah para rasul dan muatan pokok kitab-kitab suci. [8] Bagaimana dengan tauhid rububiyah? Jawab: Tauhid rububiyah adalah suatu perkara yang secara fitrah telah diakui oleh manusia dan dibenarkan oleh akal sehat mereka.
Namunpengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. 2. Tauhid Uluhiyah Yaitu membahas tentang keEsaan Allah dalam dzat-Nya tidak terdiri dari beberapa unsur atau oknum, tidak sebagaimana dalam teologi Yahudi dan Masehi.
TauhidRububiyah Lebih Utama?! Soal-Jawab Redaksional. By Redaksi On 22 Mar 2022. 0. Seandainya makna Rabb dalam pertanyaan kubur hanya sekedar 'Siapakah yang menciptakanmu', maka tidak perlu diturun kitab-kitab suci. perkataan ini atau lebih tepatnya syubhat ini yang menyatakan bahwa manusia hanya akan ditanya tentang Rabb
Tauhidmulkiyah menuntut umat Islam dengan segala kemampunan dan wewenangnya untuk mengakui Allah sebagai hakim (pembuat hukum dan sumber). Paling tidak ini harus menjadi i'tiqad yang menghujam di dalam hati. Dan secara lisan kita harus mengakui bahwa hanya hukum Allah-lah yang benar dan harus diikuti sebagai seorang muslim.
pVC61. الإِلْحَادُ فِي تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Penyimpangan dalam tauhid ar-Rububiyah ada 2 macam Pertama نَوَاقِضُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Pembatal-pembatal tauhid ar-Rububiyah Jika seseorang terjerumus dalam pembatal-pembatal tersebut maka tauhid ar-Rububiyahnya batal dan ia terjerumus dalam syirik akbar Kedua نَوَاقِصُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Pengurang kemurnian tauhid Ar-Rububiyah. Jika seseorang terjerumus dalam pengurang-pengurang ini, maka imannya tidak batal hanya saja ia terjerumus dalam syirik kecil ashghor. Pembatal-Pembatal tauhid rububiyyah diantaranya Pertama Atheism الْقَوْلُ بِعَدَمِ الرَّبِّakan datang pembahasan khusus akan hal ini di akhir pembahasan Kedua Berbilangnya Pencipta القَوْلُ بِتَعَدُّدِ الآلِهَةِ Perkataan ini bathil karena bertentangan dengan firman Allah, قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ Katakanlah “Dialah Allah, Yang Maha Esa.” QS Al-Ikhlas 1 Nabi juga berfirman, إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ “Sesungguhnya Allah itu Witr dan menyukai yang witr ganjil.” HR. Bukhari no. 6410 dan Muslim no. 2677 Diantara kelompok yang berpemahaman ini, Pertama Dualisme Yaitu meyakini ada dua tuhan. Ada beberapa kelompok yang meyakini dualisme, diantatanya Tsunawiyah, yaitu meyakini bahwa cahaya dan kegelapan adalah dua perkara yang azali. Namun meskipun mereka mengganggap cahaya dan kegelapan sama-sama azali akan tetapi tetap keduanya berbeda dalam banyak hal, dalam dzat, tabi’at, perbuatan, jenis, tempat lokasi, dan lainnya. Majusi, yang meyakini bahwa ada dua kekuatan di alam semesta yaitu cahaya/api dan kegelapan, hanya saja yang qodim azali adalah cahaya. Sementara kegelapan adalah hadits tidak qodim Al-Manawiyah, yaitu pengikut Mani bin Fatak. Mereka meyakini bahwa alam ini tercipta dari dua dzat yang azali, akan tetapi mereka berpendapat bahwa keduanya berbeda dari sisi jiwa, bentuk, perbuatan, dan pengaturan. Bedanya dengan Tsunawiah al-Manawiyah tidak menyatakan bahwa kedanya adalah cahaya dan kegelapan. Kedua Trinitas Yaitu meyakini 3 Tuhan. Diantara yang berkeyakinan trinitas adalah Hindu, yang mengatakan tuhan itu ada brahmana, wisnu, dan siwa. Nasrani, yang mengatakan tuhan itu ada tuhan bapa, tuhan anak, dan tuhan roh kudus Kelompok-kelompok yang mengakui bahwa tuhan ada dua atau tiga, naluri mereka tetap saja meyakini akan adanya tuhan yang satu. Kaum Nasrani yang meyakini tiga tuhan tetap berusaha mengatakan 3 sama dengan 1, kaum Hindu tetap meyakini Brahmana- lah tuhan yang paling top diantara semuanya, demikian pula Majusi yang meyakini tuhan api yang paling top. Ibnu Taimiyyah berkata أَنَّ إِثْبَاتَ رَبَّيْنِ لِلْعَالَمِ لَمْ يَذْهَبْ إِلَيْهِ أَحَدٌ مِنْ بَنِي آدَمَ، وَلاَ أَثْبَتَ أَحَدٌ إِلَهَيْنِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلاَ مُتَسَاوِيَيْنِ فِي الصِّفَاتِ وَلاَ فِي الأَفْعَالِ، وَلاَ أَثْبَتَ أَحَدٌ قَدِيْمَيْنِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلاَ وَاجِبَيْ الْوُجُوْدِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلَكِنَّ الإِشْرَاكَ الَّذِي وَقَعَ فِي الْعَالَمِ إِنَّمَا وَقَعَ بِجَعْلِ بَعْضِ الْمَخْلُوْقَاتِ مَخْلُوْقَةً لِغَيْرِ اللهِ فِي الإِلَهِيَّةِ بِعِبَادَةِ غَيْرِ اللهِ تَعَالَى، وَاتِّخَاذِ الْوَسَائِطِ وَدُعَائِهَا وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهَا، كَمَا فَعَلَ عُبَّادُ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَالْكَوَاكِبِ وَالأَوْثَانِ، وَعُبَّادِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمَلاَئِكَةِ أَوْ تَمَاثِيْلِهِمْ وَنَحْوِ ذَلِكَ. فَأَمَّا إِثْبَاتُ خَالِقَيْنِ لِلْعَالَمِ مُتَمَاثِلَيْنِ فَلَمْ يَذْهَبْ إِلَيْهِ أَحَدٌ مِنَ الآدَمِيِيْنَ “Sesungguhnya menetapkan dua Tuhan bagi alam maka tidak seorangpun dari keturunan Adam yang berpendapat demikian. Demikian juga tidak seorangpun yang menetapkan adanya dua sesembahan yang sama persis, atau menetapkan dua sesembahan yang sama persis dalam sifat-sifatnya atau perbuatan-perbuatannya, dan tidak seorangpun menetapkan dua qodim azali yang sama persis, tidak juga wajibul wujud yang sama persis. Akan tetapi kesyirikan yang terjadi di alam hanyalah terjadi dengan menjadikan sebagian makhluk adalah makhluk bagi selain Allah dalam peribadatan, yaitu dengan beribadah kepada selain Allah, demikian juga mengambil perantara-perantara lalu berdoa kepadanya dan bertaqorrub kepadanya. Sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah matahari, rembulan, bintang-bintang, berhala-berhala. Juga para penyembah para nabi dan para malaikat, atau patung-patung mereka dan yang semisalnya. Adapun menetapkan adanya 2 pencipta alam yang sama persis maka tidak seorangpun dari keturunan Adam yang berpendapat demikian” [1] Ketiga Adanya Tuhan selain Allah القَوْلُ بِوُجُوْدِ الرَّبِّ غَيْرِ الله Seperti Firaun yang mengaku dirinya adalah tuhan, demikian pula Namrud, atau Budha Sidharta Gautama yang diyakini oleh para pengikutnya sebagai tuhan. Firaun mengaku dirinya sebagai tuhan padahal dia tahu bahwa dirinya bukanlah tuhan. Allah berfirman tentang perkataan Musa, قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزَلَ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا Musa menjawab “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa”. QS Al-Isra’ 102 Orang pertama yang mengetahui kebohongan Fir’aun adalah dirinya sendiri. Ia tahu bahwa ia bukanlah tuhan, betapa banyak hal yang tidak mampu ia kerjakan, dan betapa ia tahu kelemahan dirinya akan tetapi karena kesombongan semata ia mengaku tuhan. Allah berfirman وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini kebenarannya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan QS An-Naml 14 Adapun kaumnya mengaku Firáun sebagai tuhan hanya karena dibodohi oleh Firáun. Allah berfirman وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلَا تُبْصِرُونَ، أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ، فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ، فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ Dan Fir´aun berseru kepada kaumnya seraya berkata “Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan bukankah sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihatnya. Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan perkataannya. Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?. Maka Fir´aun mempengaruhi kaumnya dengan perkataan itu lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. QS Az-Zukhruf 51-54 Namrud juga mengaku dirinya tuhan, sebagaimana saat Nabi Ibrahim berdialog dengan Namrud, أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya Allah karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”.Ibrahim berkata “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. QS Al-Baqarah 258 Berbeda dengan Budha, dirinya tidak pernah mengaku sebagai tuhan, pengikut-pengikutnya yang berlebihan lah yang kemudian mempertuhankannya. Budha tidak pernah menciptakan apa-apa, Budha hanyalah orang bijak, bahkan sahabat-sahabatnya di zaman awal juga tidak mempertuhankannya. Demikian pula Nabi Isa, sahabat-sahabatnya sama sekali tidak menyembah Nabi Isa, hingga datang Paulus dan pengikut-pengikutnya di zaman belakangan mulailah melakukan penyembahan terhadap Isa. Keempat Azalinya alam الْقَوْلُ بِقِدَمِ الْعَالَمِ Mereka mengatakan bahwa alam itu ada bersamaan dengan adanya tuhan, bukan adanya tuhan lalu tuhan menciptakan alam. Jelas ini perkataan yang bathil karena mengingkari sifat “mencipta” Tuhan. Nabi bersabda كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ “Dahulu Allah sendirian dan tidak ada sesuatupun selainNya” HR Al-Bukhari no 3191 Hal ini adalah keyakinan sebagian kaum falasifah seperti Ibnu Sina dan Faarobi. Kelima Adanya yang mengatur sebagian alam semesta selain Allah tetapi dengan izin Allah الْقَوْلُ بِوُجُوْدِ الْمُدَبِّرِ غَيْرِ اللهِ بِإِذْنِ الله Seperti anggapan sebagian manusia yang meyakini bahwa Allah memberikan hak otonomi kepada sebagian makhluknya untuk mengatur sebagian dari alam. Namun yang benar adalah Allah tidak pernah memberikan satu pun hak otonomi kepada selain diri-Nya untuk mengatur sebagian alam, bahkan malaikat pun tidak. Jika dikatakan bahwa ada malaikat yang mengatur hujan, maka itu hanyalah sekadar melaksanakan perintah Allah saja, adapun hak untuk mengaturnya malaikat tidak memilikinya. Oleh karena itu, keyakinan sebagian orang bahwa pantai selatan diatur oleh Nyi Roro Kidul adalah perkataan bathil dan merupakan kesyirikan di dalam bab tauhid rububiyyah. Demikian juga keyakinan sebagian orang bahwa gunung tertentu diatur oleh jin atau penunggunya juga merupakan kesyirikan dalam tauhid ar-Rububiyah. Demikian juga keyakinan sebagian kaum Syiáh Rofidhoh yang menyatakan bahwa dunia dan akhirat adalah milik para imam mereka, dimana para imam mengaturnya sesuai dengan yang mereka kehendaki. Mereka meyakini bahwa para imam mereka mengetahui ilmu ghaib, mereka mengetahui kapan mereka mati dan mereka tidak mati kecuali dengan izin mereka. Demikian juga keyakinan sebagian kaum sufiyah yang menyatakan bahwa As-Syaikh Abdul Qodir al-Jailani telah diberi “kun” oleh Allah, sehingga ia bisa menyatakan “kun fayakun” dengan izin Allah. Ali Al-Faasi, penulis kitab Jawaahirul Ma’aani fi Faydi Sayyidi Abil Abaas At-Tiijaani, menukil perkataan At-Tijani “Adapun perkataan penanya Apa makna perkataan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaani radhiallahu anhu “Dan perintahku dengan perintah Allah, jika aku berkata kun jadi maka yakun terjadilah” …dan juga perkataan sebagian mereka “Wahai angin tenanglah terhadap mereka dengan izinku” dan perkataan-perkataan para pembesar yang lain radhiallahu anhum, yang semisal ini maka perkataan Abdul Qodir al-Jailany radhiallahu anhu. Maknanya adalah Allah memberikan kepada mereka Khilaafah Al-Udzma kerajaan besar dan Allah menjadikan mereka khalifah atas kerajaan Allah dengan penyerahan kekuasaan secara umum, agar mereka bisa melakukan di kerajaan Allah apa saja yang mereka kehendaki. Dan Allah memberikan mereka kuasa kalimat “kun”, kapan saja mereka berkata kepada sesuatu “kun” jadilah maka terjadilah tatkala itu” [2] Keenam Keyakinan wihdatul wujud/hululiyyah/ittihadiyah وِحْدَةُ الْوُجُوْدِ Ini adalah perkataan Ibnu Arabi dan pengikut-pengikutnya, mereka mengatakan bahwa Allah bersatu dengan makhluk. Sesungguhnya pemahaman ini lebih kufur daripada Nasrani, jika sebagian Nasrani berkata bahwa Allah bersatu dengan Nabi Isa seorang, adapun wihdatul wujud meyakini Allah bersatu dengan semua makhluk. Ketujuh Keyakinan bahwa berhala memberi manfaat dan mudorot Kedelapan Berhukum dengan selain hukum Allah, seraya meyakini bahwa selain Allah berhak juga untuk mengeluarkan hukum yang setara dengan hukum Allah, atau lebih baik dari hukum Allah. Hal ini merupakan pembatal tauhid ar-Rububiyah karena Allah maha esa dalam menetapkan hukum-hukum, ketika seseorang meyakini ada selain Allah yang juga boleh menetapkan hukum yang nilainya sama dengan hukum Allah atau lebih baik maka pada dasarnya ia telah membatalkan tauhid ar-Rububiyahnya. Kesembilan Keyakinan bahwa gerakan/munculnya bintang dan planet mempengaruhi kejadian alam الاِعْتِقَاُد بِتَأْثِيْرِ النُّجُوْمِ وَالْكَوَاكِبِ عَلَى الحَوَادِثِ الأَرْضِيَّةِ Hal ini membatalkan tauhid ar-Rububiyah karena meyakini bahwa benda-benda langit yang merupakan benda mati ikut mempengaruhi peristiwa-peristiwa di bumi. Padahal yang menentukan kejadian-kejadian alam hanyalah Allah semata. Hal-hal yang mengotori kemurnian tauhid ar-Rububiyah نَوَاقِصُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Diantara hal-hal yang mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyah dan mengotori kemurniannya adalah Pertama Bersumpah dengan selain Allah Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat kekufuran atau berbuat kesyirikan” [3] Tidaklah seseorang bersumpah dengan selain Allah kecuali mengagungkannya. Jika ternyata ia memandang sesuatu tersebut keagungannya sama dengan Allah maka ia telah terjerumus dalam syirik besar, jika tidak maka ia terjerumus dalam syirik kecil. [4] Kedua Menyandarkan nikmat kepada selain Allah. Meskipun dengan meyakini bahwa selain Allah tersebut hanyalah sebab, akan tetapi seharusnya nikmat disandarkan kepada pemberi nikmat yang sesungguhnya. Seperti perkataan, “Kalau bukan polisi tentu saya sudah dirampok”, “Kalau bukan kelihaian nahkoda tentu kapal sudah tenggelam”, dan semisalnya. Justru dalam kondisi bersyukur karena selamat dari keburukan atau kekawatiran seharusnya seseorang mengingat Allah bukan malah mengingat sebab. Karena hal ini mengurangi nilai tauhid ar-Ribubiyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mengatur alam semesta, dan hanya Allah yang memberikan segala kenikmatan. Ketiga Menyandarkan kenikmatan kepada Allah dan juga kepada selain Allah dengan kata gandeng seperti kata gandeng “dan” yang mengesankan persamaan. Contoh mengatakan, مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ فُلاَنٌ “Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan”. Atau berkata, لَوْلاَ اللهُ وَفُلاَنٌ “Kalau bukan karena Allah dan si fulan”. Karena kedua perkataan di atas menunjukan seakan-akan kehendak si fulan menyamai kehendak Allah dalam menentukan terjadinya kejadian. Rasulullah bersabda لاَ تَقُوْلُوا مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ فُلاَنٌ، وَلَكِنْ قُوْلُوا مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شَاءَ فُلاَنٌ “Janganlah kalian berkata, “Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan”, akan tetapi katakanlah, “Atas kehendak Allah lalu kehendak si Fulan” [5] Keempat Protes kepada taqdir Allah dengan mengatakan “seandainya”. Sabda Nabi ﷺ , الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Orang mukmin yang tangguh lebih baik dan lebih Allah cintai dibanding mukmin yang lemah dan pada keduanya terdapat kebaikan. Upayakanlah segala yang bermanfaat bagimu, dengan tetap meminta pertolongan dari Allah dan jangan pernah merasa lemah. Bila engkau ditimpa sesuatu maka jangan pernah berkata, “Seandainya aku berbuat demikian niscaya kejadiannya akan demikian dan demikian”. Namun ucapkanlah, “Ini adalah takdir Allah dan apapun yang Allah kehendaki pastilah terjadi”, karena sejatinya ucapan ”seandainya” hanyalah membuka pintu godaan setan.” [6] Karena seseorang ketika ditimpa dengan apa yang dia tidak sukai, lantas ia berkata, “Seandainya…”, maka seakan-akan ia tidak setuju dan protes kepada keputusan Allah. Seakan-akan ia tidak setuju dengan “pengaturan” rububiyah Allah. Seharusnya ia berkata “Ini adalah takdir Allah dan apapun yang Allah kehendaki pastilah terjadi” yang menunjukan ia pasrah dengan ketetapan Allah. Kelima Mencela masa/waktu/zaman Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, قَالَ تَعَالَى يُؤْذِيْنِيْ ابْنِ آدَم، يَسُبُّ الدَّهْر، وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَار “Allah Ta’ala berfirman, Anak Adam manusia menggangguku, mereka mencela masa padahal aku adalah pemilik dan pengatur masa. Akulah yang menjadikan mala dan siang silih berganti’.” Dalam riwayat yang lain dikatakan, لَا تَسُبُّوا الدَّهْر، فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْر “Janganlah kalian mencela masa, karena Allah adalah Ad-Dahr itu sendiri.” Karena pada hakikatnya masa atau zaman tidaklah bisa berbuat apa-apa, ia diatur oleh Allah. Karenanya jika seseorang mencela masa sesungguhnya ia telah mencela sang pengaturnya yaitu Allah. Dan mencela pengaturan Allah berarti mencela rububiyah Allah. Keenam Mencela angin Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda لاَ تَسُبُّوْا الرِّيْحَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَا تَكْرَهُوْنَ فَقُوْلُوْا “Janganlah kamu mencaci maki angin. Apabila kamu melihat suatu hal yang tidak menyenangkan, maka berdoalah اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحِ، وَخَيْرِ مَا فِيْهَا، وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيْحِ، وَشَرِّ مَا فِيْهَا، وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, dan kebaikan yang untuknya Kau perintahkan ia, dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dan keburukan yang ada di dalamnya, dan keburukan yang untuknya Kau perintahkan ia.” HR. Tirmudzi, dan hadits ini ia nyatakan shahih. Hal ini sama dengan yang sebelumnya mencela masa, karena angin tidaklah berkehendak, ia diatur oleh Allah. Jika seseorang mencela angin berarti ia mencela pengaturnya. Dan mencela pengaturan Allah berarti mencela rububiyah Allah. Ketujuh Keyakinan bahwa perbuatan hamba bukan ciptaan Allah الْقَوْلُ بِأَنَّ أَفْعَالَ الْعِبَادِ غَيْرُ مَخْلُوْقَةٍ Ini adalah perkataan kaum Qadariyyah, mereka meyakini bahwa ada hal yang tidak diciptakan oleh Allah di alam semesta ini, yaitu perbuatan hamba. Dengan demikian melazimkan ada pencipta selain Allah. Karenanya Nabi bersabda tentang qodariyah الْقَدَرِيَّةُ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ، وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تَشْهَدُوهُمْ “Qodariyah adalah Majusi umat ini, jika mereka sakit maka jangan jenguk mereka, dan jika mereka mati maka jangan hadiri janazah mereka” [7] Hal ini karena majusi mengatakan bahwa ada dua pencipta, pencipta kebaikan yaitu cahaya/api, dan pencipta keburukan yaitu kegelapan. Sama halnya dengan qodariyah yang menyatakan bahwa keburukan perbuatan manusia tidak diciptakan oleh Allah. Kelaziman dari keyakinan qodariyah ini seharunya membatalkan bukan sekadar mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyyah, hanya saja para ulama tidak mengkafirkan mereka karena syubhat yang ada pada mereka. Kedelapan Keyakinan bahwa “penciptaan” adalah “ciptaan/makhluk” itu sendiri الخَلْقُ هُوَ الْمَخْلُوْقُ Ini adalah pernyataan Jahmiyah yang diikuti oleh Asyaíroh karena ingin menghindar dari kaidah mereka sendiri مَا تَحُلُّهُ الْحَوَادِثُ فَهُوَ حَادِثٌ “Apa yang ditempati oleh hawadits sesuatu yang baru maka ia juga baru”. Menurut ahlus sunnah bahwasanya sifat Allah al-kholq penciptaan adalah sifat yang qodim azali yang tegak di dzat Allah, hanya saja Allah menciptakan kapan saja Allah kehendaki dengan berkata “Kun”. Allah menciptakan Adam álaihis salam bukan di zaman azali tetapi di kemudian hari ketika Allah hendak menciptakannya, demikian pula Allah menciptakan langit dan bumi. Bagi Jahmiyah dan Asyaíroh bahwa kondisi Allah menciptakan di waktu yang tertentu adalah sesuatu yang merupakan kejadian baru pada diri Allah, yang melazimkan berarti Allah melakukan “penciptaan” terus menerus, dan ini berarti terjadi kejadian-kejadian baru pada dzat Allah dan ini tentu tidak boleh dalam kaidah mereka. Sehingga mereka mentakwil “kholq penciptaan” dengan “makhluk” yang terjadi terus menerus[8]. Kelaziman dari pernyataan “penciptaan adalah makhluk itu sendiri” sebenarnya adalah membatalkan tauhid ar-Rububiyah karena menafikan sifat “penciptaan” yang merupakan sifat utama Tuhan sebagai Pencipta. Akan tetapi para ulama tidak mengkafirkan mereka karena ada syubhat yang ada pada diri mereka. Seperti mereka mengatakan bahwa makhluk tercipta bukan dengan “penciptaan” akan tetapi dengan sifat al-irodah yang qodim dengan pemunculan irodah yang berkaitan dengan penciptaan yang otomatis karena sudah diprogramkan dalam irodah qodimah. Kesembilan Keyakinan bahwa semua makhluq tersusun dari al-Jawahir al-Mufrodah Ahlus sunnah meyakini bahwa Allah menciptakan manusia dari unsur yang berbeda dari unsur untuk menciptakan hewan, pohon, batu, dan air. Atau satu makhluk tercipta dari berbagai unsur. Berbeda dengan mayoritas al-Jahmiyah, al-Mu’tazilah, dan al-Asyaíroh. Menurut mereka yang pertama Allah ciptakan adalah al-Jauhar al-Mufrod, dari al-Jauhar al-Mufrod itulah Allah menyusun dan memisahkan sehingga menjadi langit, menjadi bumi, menjadi api, menjadi air, dll. Semuanya berasal dari unsur terkecil yang sama yang disebut dengan al-Jauhar al-Mufrod[9]. Jadi Allah tidak pernah menciptakan benda-benda dan makhluk-mahkluk yang berdiri sendiri, akan tetapi Allah menciptakan sifat-sifat yang tegak pada al-jawahir al-mufrodah tersebut. Jadi anak yang lahir dari rahim, buah yang timbul dari pohon, api yang muncul dari batu bara, semuanya asalnya adalah unsur yang sama yaitu kumpulan al-Jauhar al-Mufrod hanya saja Allah rubah sifat-sifatnya dengan 4 cara الاِجْتِمَاعُ dikumpulkan, الاِفْتِرَاقُ dipisahkan, الحَرَكَةُ gerakan, dan السُّكُوْنُ diam sehingga berubah pula bentuknya. Ini tentu mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyah Allah yang menciptakan dengan apa yang Allah kehendaki, dan tidak terbatas pada al-Jauhar al-Mufrod. Ini merupakan aqidah yang batil dari 3 sisi Pertama Mayoritas manusia menolak adanya keyakinan tentang al-Jauhar al-Mufrod. Pendapaat ini juga tidak dikenal dari seorangpun dari kalangan para sahabat, para tabiín, para imam yang ma’ruf. Kedua Menurut mereka yang dimaksud dengan al-Jauhar al-Mufrod yaitu sesuatu yang satu sisinya tidak terbedakan dengan sisi yang lain, tidak terbedakan antara kanan dan kirinya, bahkan mereka mengatakan bahwa ia tidak ada ukurannya. Tentu ini hanyalah hayalan semata, dan tidak ada di alam nyata. Allah telah menjadikan ukuran/takaran bagi segala sesuatu. قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا “Allah menjadikan bagi segala sesuatu ukuran” QS At-Tholaq 3. Jika al-Jauhar al-Mufrod sifatnya seperti yang mereka sebutkan tidak terbedakan antara kanan dan kirinya, tidak ada ukurannya, maka Allah tidak pernah menciptakan makhluk yang seperti itu, karena setiap makhluk pasti ada kadar/ukurannya. Ketiga Pada hakikatnya pendapat ini melazimkan bahwasanya Allah tidak menciptakan sesuatu dari sesuatu. Karena menurut mereka unsurnya tetap ada yaitu kumpulan al-Jauhar al-mufrod hanya saja Allah memberi bentuk pada unsur-unsur tersebut. Keempat Kenyataan yang ada menurut ilmu kimia bahwasanya unsur bukan hanya satu, bahkan banyak unsur yang berbeda-beda. Demikian juga unsur bisa berubah menjadi unsur yang lain dengan proses kimia. Tentu diketahui bahwa unsur yang menyusun kaca tentu tidak sama dengan unsur yang menyusun buah kurma, tidak sama pula dengan unsur yang menyusun air mani. Demikian juga unsur yang menyusun malaikat tidak sama dengan unsur yang menyusun jin dan manusia. Kelima Pada hekikatnya pendapat ini mengingkari “penciptaan” Allah, karena Allah menurut mereka hanyalah menyusun tanpa menciptakan unsur yang baru Keenam Jika hakikat penciptaan hanyalah 4 perkara berkumpul, berpisah, bergerak, dan diam yang terjadi pada al-jauhar al-mufrod, maka seharusnya tidak akan terjadi sesuatu yang baru, karena tidak terjadi proses kimia. Sebagaimana air jika digabungkan atau dipisahkan atau didiamkan atau digerakan maka tidak akan menimbulkan benda lain selain air itu sendiri, hanya saja terjadi perubahan bentuk, akan tetapi bendanya tetaplah air. Ini tentu bertentangan dengan kenyataan, bahwa benda manusia tentu tidak sama dengan benda kaca.[10]. Ketujuh Teori al-Jauhar al-Fard bukanlah teori islami, akan tetapi teori Yunani yang dicetuskan oleh Dimokritos 460 SM – 370 SM yang terkenal dengan teori atom-nya. Justru dengan teori atom tersebut pala filsuf Yunani menyatakan tentang azalinya alam, dan dijadikan batu loncatan untuk mengingkari adanya tuhan. Hal ini karena mereka meyakini bahwa atom-atom penyusun alam azali dan tidak akan pernah punah, dan hanya berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya karena perubahan interaksi dari satu atom dengan atom lainnya. Akan tetapi teori atom inipun diperselisihkan oleh para filsuf Yunani terdahulu[11]. Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA. _______________________ [1] Dar’ Taáarud al-Áql wa an-Naql 9/344 [2] Jawaahirul Ma’aani wa Buluug Al-Amaani 2/62 [3] HR At-Tirmidzi no 1535 dan dishahihkan oleh Al-Albani [4] Lihat al-Qoul al-Mufiid, al-Útsaimin 2/211 [5] HR Abu Daud no 4980 dan dishahihkan oleh Al-Albani [6] HR. Muslim No. 2664 [7] HR Abu Daud no 4691 dan dihasankan oleh Al-Albani [8] Lihat جُهُوْدُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ فِي تَقْرِيْرِ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّة 1/207-217 [9] Lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah di Majmuu al-Fataawa 17/244-245, Minhajus Sunnah 2/139 dan Dar at-Taáarud 3/442-445 dan 8/320 [10] Lihat جُهُوْدُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ فِي تَقْرِيْرِ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّة 1/196-206 [11] Lihat Muqoddimah fi Naqd Madaaris ilmi al-Kalaam, Dr Mahmuud Qoosim, hal 13
Lafal Allah Foto dok rububiyah yang berarti mengesakan Allah dalam penciptaan, kekuasaan, kepemilikian dan kewenangan Allah sebagai satu-satunya zat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Selain tauhid rububiyah, terdapat juga tauhid uluhiyah yang juga memiliki hubungan erat dengan tauhid rububiyah. Tak hanya itu, pengetahuan tentang makna tauhid itu sendiri juga perlu dipahami dengan baik agar dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Rububiyah dan MaknanyaTauhid rububiyah yang merupakan salah satu bentuk tauhid atau mengesakan Allah ini memiliki arti beriman hanya kepada Allah, satu-satunya Zat yang memiliki kekuasaan mutlak, memiliki hak mutlak untuk mengatur, menciptakan, merencanakan, hingga menjaga jalannya alam semesta. Tauhid rububiyah ini sering kita jumpai dalilnya dalam Alquran yang menerangkan tentang kekuasaan Allah. Salah satu ayat Alquran yang menerangkan tentang kekuasaan Allah adalah surat Az Zumar ayat 62 yang memiliki arti “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu” ini tentu menunjukan secara mutlak bahwa Allah merupakan satu-satunya Zat yang memiliki kekuasaan atas alam semesta mulai dari hidup hingga matinya Allah Foto dok PixelsTak hanya surat Az Zumar, dalam surat lain juga dijelaskan bahwa Allah adalah Zat yang memiliki hak dan kekuasaan untuk menciptakan makhluk dan juga memerintahkan makhluk-Nya. Seperti yang tertuang dalam surat Al Araf ayat 54 berikut iniأَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَArtinya “Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” Al- A’raf 54.Tauhid yang berarti mengesakan Allah dan termasuk ke dalam kaidah islam yang menyatakan keesaan Allah, ini menunjukan bahwa agama Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Esa atau satu dan tidak memiliki sekutu atau bahkan zat lain yang dapat menyerupai Allah. Tauhid ini dapat diamalkan manusia dengan wujud tidak melakukan syirik kepada Allah dengan mempercayai tukang sihir atau hal-hal yang berbau syirik rububiyah ini ternyata memiliki hubungan yang erat satu sama lainnya dengan tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Tauhid ibadah adalah mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah. Ini berarti seseorang beribadah hanya niat dan hanya kepada Allah tanpa ada sekutu rububiyah dan tauhid uluhiyah dikatakan memiliki hubungan yang erat karena jika seseorang beribadah hanya kepada Allah tanpa menyekutukan Allah dengan niat hanya karena Allah, pasti dia meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang memiliki kekuasaan mutlak atas semua hal yang ada di alam semesta. DA
Salah satu ilmu yang wajib dipelajari dalam Islam adalah ilmu tauhid. Tauhid adalah mengesakan Allah dimana kita diwajibkan percaya bahwa hanya Allah lah Sang Pencipta. Tauhid sendiri terbagi lagi dalam 3 jenis, namun pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai tauhid rububiyah adalah mengeesakan Allah SWT sebagai satu-satunya pencipta, pemberi rezeki dan pengatur alam semesta. Untuk lebih mudah memahaminya, berikut ini adalah beberapa contoh tauhid rububiyahPercaya Allah yang Mampu MenciptakanSalah satu contoh tauhid rububiyah adalah percaya bahwa hanya Allah yang mampu menciptakan segala sesuatunya bukan mahluk atau zat Subhanahu wa Ta’ala berfirmanقُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ فَأَنَّىٰ تُسْحَرُونَ“Katakanlah, Siapakah Rabb langit yang tujuh dan Rabb Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, Kepunyaan Allah.’ Katakanlah , Maka mengapa kamu tidak bertaqwa?’ Katakanlah, Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka menjawab, Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, Kalau demikian maka dari jalan manakah kamu ditipu?” [Al-Mu’-minun 86-89]Baca jugaHukum Bersedekah Kepada Non MuslimSejarah di balik hari Asyura dalam islamHukum Wudhu Menggunakan GayungAmalan penghapus Dosa ZinaPenyebab Doa Tidak Dikabulkan Allah SWTManfaat Shalawat Nariyahأَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” [Al-A’raaf 54]Tidak ada zat lain yang mampu menciptakan alam semesta, bahkan sebuah biji yang paling kecil pun adalah ciptaan Allah. Tidak ada mahluk lain yang memiliki kemampuan menciptakan seperti Allah. Allah berfirman,ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ“…Yang berbuat demikian itu adalah Allah Rabb-mu, milik- Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru sembah selain Allah, tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” [Faathir 13]Jika ada seseorang yang percaya bahwa ada yang mampu menciptakan selain Allah, maka sungguh ia masuk ke dalam dosa yang sangat besar. Misalnya saja ketika pasangan suami istri yang telah lama menikah namun belum memiliki anak mendatangi seorang dukun untuk mendapatkan anak, maka mereka sudah masuk ke dalam syirik rububiyah. Mereka menganggap bahwa dukun tersebut mampu menciptakan bayi sebagai momongan mereka, padahal hanya Allah lah tempat memohon dan jugaPutra Putri Abu Bakar Ash ShiddiqCara menerima ujian dari Allah SWTPenyebab Terhalangnya Jodoh dalam IslamCara Menghindari Pelet Menurut IslamHukum akad nikah di bulan ramadhanAllah Ta’ala berfirmanادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” QS. Ghafir 60.Percaya Allah yang Mengatur SemuaTidak ada mahluk atau zat lain yang mampu mengatur seluruh isi alam semesta kecuali Allah Ta’ala berfirmanالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ“Segala puji bagi Allah Rabb Penguasa semesta alam.” [Al-Faatihah 2]Bahkan dalam kisah Fir’aun yang sangat nyata ingkarnya pada Allah SWT pun sebenarnya mengakui keberadaaan Allah. Hal ini terlihat dalam perkataan Musa as kepada Fir’aunقَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا“Musa menjawab, Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tidak ada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, wahai Fir’aun, adalah seorang yang akan binasa.’” [Al-Israa102]Baca jugaCara memilih calon pendamping sesuai syariat agamaTa’aruf menurut IslamPacaran dalam IslamHukum wanita non muslim memakai jilbabHukum wanita mengenakan jilbab motif menurut IslamPercaya Allah yang Memberi RezekiHanya Allah lah yang mampu memberikan rezeki kepada setiap mahluk karena sesungguhnya semua mahluk tidak akan bisa mendapatkan rezekinya sendiri kecuali atas ridho Allah SWT. Allah berfirman,قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ فَذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ ۖ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ ۖ فَأَنَّىٰ تُصْرَفُونَ“Katakanlah Siapakah yang memberi rizki kepadamu, dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa menciptakan pen-dengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan.’ Maka mereka menjawab Allah.’ Maka katakanlah Mengapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya?’ Maka, yang demikian itu adalah Allah Rabb-mu yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka, bagaimanakah kamu dipalingkan dari kebenaran?” [Yunus 31-32]وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.” [Huud 6]يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?” QS. Fathir 3قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ“Katakanlah “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah “Allah.” QS. Saba’ 24Salah satu jalan agar mendapatkan kemudahan rezeki adalah dengan menghabiskan rezeki di jalan Allah. Sebagaimana telah banyak kita lihat dimana seseorang justru semakin kaya dan mudah jalan rezekinya setiap kali ia jugaSejarah Jilbab Dalam IslamHakikat Manusia Menurut IslamKedudukan Wanita Dalam IslamTujuan Hidup Menurut IslamTips Hidup Bahagia Menurut IslamRasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ اللَّهَ قَالَ لِى أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ ». وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمِينُ اللَّهِ مَلأَى لاَ يَغِيضُهَا سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُذْ خَلَقَ السَّمَاءَ وَالأَرْضَ فَإِنَّهُ لَمْ يَغِضْ مَا فِى يَمِينِهِ »“Allah Ta’ala berfirman padaku, Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak memberikan ganti kepadamu.’ Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah berkurang walaupun mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu, sudah berapa banyakkah yang diberikan Allah sejak terciptanya langit dan bumi? Sesungguhnya apa yang ada di Tangan Allah, tidak pernah berkurang karenanya.” HR. Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993Itulah beberapa contoh tauhid rububiyyah. Sungguh tidak ada satu mahluk pun yang memiliki kekuatan dan kemampuan kecuali Allah SWT. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini semakin menambah keyakinan dan keimanan kita pada Allah SWT. Aamiin.
Oleh Muhammad Farid Wajdi BLOGGURU – Apa itu Tauhid Rububiyah? Apa itu Tauhid Uluhiyah? Memahaminya adalah pelajaran dasar yang harus dipahami oleh Umat Islam. Di Pondok Pesantren, materi tentang ini dipelajari dalam Mapel Al-Qur’an-Hadits Semester 1 Kelas VII SMP/MTs. Tauhid adalah fondasi ajaran Islam yang paling mendasar. Mengesakan Allah SWT dan beribadah hanya kepada-Nya merupakan akidah asasi bagi setiap muslim. Tauhid menjadi pengikat hati dan pikiran hamba kepada Allah SWT, sekaligus sebagai dasar orientasi hamba dalam beribadah, beramal dan bermuamalah. Tauhid Rububiyah Secara bahasa, Tauhid Rububiyah merupakan bentukan dari dua kata, yaitu Tauhid dan Rububiyah. Tauhid berasal dari Bahasa Arab, “Tauhidan”, “Yuwahhidu”, dan “Wahhada” yang berarti mengesakan. Menurut istilah, Tauhid Rububiyah berarti mengesakan Allah, mengimani bahwa Allah SWT itu Maha Esa; tiada Tuhan selain-Nya; tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah tidak diduakan dan tidak pula memiliki mitra setara dengan-Nya. Allah itu tidak melahirkan atau tidak mempunyai istri; dan tidak pula dilahirkan atau mempunyai ayah. Allah itu benar-benar unik, tidak ada yang sesuatu pun yang setara dengan-Nya, sebagaimana telah disebutkan dalam Qs. Al-Ikhlas 1-4 Tauhid juga mengandung arti Menyatukan, bahwa setiap muslim harus menyatukan hati dan pikirannya dalam beribadah hanya kepada-Nya, karena menyadari dan memahami sepenuh hati bahwa tujuan hidup yang ditetapkan-Nya adalah beribadah, menyembah, dan mendedikasikan dirinya kepada-Nya, bukan kepada makhluk, sebagaimana telah disebutkan dalam Qs. Al-Dzariyat/51 56. Menyatukan, disini juga berarti menyatukan orientasi kehidupan, dengan meniati segala aktivitas hidup setiap muslim secara ikhlas semata-mata karena mengharap ridha Allah SWT, sebagaimana telah disebutkan dalam Qs. Al-An’am/6 162-163. Tauhid Uluhiyah Menurut bahasa, kata “Uluhiyyah” berarti sembahan, persembahan. Secara istilah, dapat dimaknai Tauhid Uluhiyyah sebagai kepercayaan bahwa hanya Allah sembahan yang benar Tuhan yang pantas disembah. Dengan demikian, Tauhid Uluhiyyah adalah mengesakan dzat Allah SwT melalui sikap dan perbuatan hamba dengan hanya beribadah kepada-Nya, karena yang paling berhak diibadahi, dimintai pertolongan adalah Allah yang Maha Esa. Implikasi dari tauhid mengesakan dan menyatukan adalah bahwa ibadah mukmin harus disatukan niat dan tujuannya murni ikhlas karena Allah, bukan karena mengharap pujian dari makhluk, dan bukan pula karena pencitraan riya’. Jika tauhid rububiyyah berkaitan dengan pengesaan Allah dari segi perbuatan dan sifat-Nya, maka tauhid uluhiyyah berkaitan langsung dengan pengesaan dan penghambaan Dzat Allah yang tidak berbilang, Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada pula yang menyamai-Nya. Tauhid uluhiyyah yang murni menjadi syarat pengampunan dosa-dosa hamba. Artinya, sebesar apa pun dosa hamba, selama tidak menyekutukan Allah syirik, peluang untuk memperoleh ampunan dari Allah SwT sangat terbuka. Sebaliknya, orang yang melakukan syirik, dosanya tidak akan diampuni oleh-Nya, karena syirik merupakan dosa terbesar yang berkaitan “perselingkuhan teologis” terhadap dzat-Nya secara langsung. Jadi, keimanan dan keyakinan terhadap keesaan Allah, baik dari dzat, perbuatan dan sifat-Nya, merupakan pangkal segala kebaikan sekaligus merupakan kunci pembuka surga. Nabi saw bersabda “Barangsiapa yang akhir perkataannya la ilaha illa Allah, maka dia akan masuk surga” HR Muslim. * Muhammad Farid Wajdi, Guru Al-Qur’an-Hadits pada SMP/MTs Ponpes Modern Putri IMMIM Minasatene-Pangkep.
Pertanyaan Apa hakekat tauhid Rububiyah? Teks Jawaban rububiyah adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam pekerjaan-Nya seperti mencipta, menguasai, mengatur, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan dan semisal itu. maka seorang hamba tidak sempurna tauhidnya sampai mengakui bahwa Allah Ta’ala itu Tuhan segala sesuatu, Pemilik, Pencipta, Pemberi rizki, bahwa Dia Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Manfaar dan Mudharat, Satu-satunya yang mengabulkan doa. Milik-Nya semua masalah, ditangan-Nya semua kebaikan, Dia Yang Maha Mampu atas segala sesuatu. Termasuk dalam hal ini keimanan terhadap takdir, baik maupun buruk. Tauhid macam ini tidak diingkari orang-orang musyrik saat Rasul sallallahu’alaihi wa sallam diutus pada mereka, bahkan mereka mengakuinya secara global. Sebagaimana Firman Allah ولئن سألتهم من خلق السماوات والأرض ليقولن خلقهن العزيز العليم سورة الزخرف 9 “Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." QS. Az-Zukhruf 9 Mereka mengakui bahwa Allah adalah yang mengatur semua urusan. Ditangan-Nya semua kekuasaan langit dan bumi. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pengakuan terhadap Rububiyah Allah Ta’ala tidak cukup bagi seorang hamba untuk menunjukkan keislamannya, bahkan dia harus mewujudkan sesuatu yang harus menyertainya sekaligus kandungannya, yaitu Tauhid Uluhiyah; Mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah. Tauhid ini –yakni tauhid rububiyah- tidak ada yang mengingkari mereka yang tahu dari kalangan bani Adam. Tidak ada seorang pun dari makhluk mengatakan, Bahwa alam ini ada dua pencipta yang sama. Tidak seorang pun yang mengingkari tauhid rububiyah. Kecuali yang terjadi pada Fir’aun, maka dia mengingkari karena kesombongan dan pembangkangan. Bahkan dia semoga Allah melaknatnya mengaku sebagai Tuhan. Allah berfirman menceritakan tentang dia. "Seraya berkata "Akulah tuhanmu yang paling tinggi." QS. An-Nazi’at 24 "Aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." QS. Al-Qashash 38 Ini adalah bentuk kesombongan darinya, karena dia tahu bahwa Tuhan adalah selain dia. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala وجحدوا بها واستيقنتها أنفسهم ظلماً وعلواً سورة النمل 14 “Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini kebenarannya.” QS. An-Naml 14 Allah berfirman bercerita tentang Nabi Musa ketiak berdialog dengannya, "Musa menjawab "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi.” QS. Al-Isra 102 Padahal diri sendiri mengakui bahwa Tuhan adalah Allah Azza Wa jalla. Sebagaimana pengingkaran tauhid rububiyah dengan cara menyekutukan dilakukan kaum Majusi. Mereka mengatakan, Sesungguhnya alam ada dua pencipta yaitu kegelapan dan cahaya. Meskipun begitu tidak menjadikan dua pencipta ini sama. Mereka mengatakan, Bahwa cahaya itu lebih baik dari kegelapan. Karena ia menciptakan kebaikan, dan kegelapan menciptakan kejelekan. Yang menciptakan kebaikan itu lebih baik dibandingkan yang menciptakan keburukan. Begitu juga kegelapan itu tidak ada dan tidak menyinari, sementara cahaya itu ada dan menyinari. Maka ia lebih sempurna pada zatnya. Pengakuan orang-orang musyrik dengan tauhid rububiyah tidak berarti bahwa mereka telah mewujudkan keimanan yang sempurna. Mereka memang mengakui secara global sebagaimana yang diceritakan tentang mereka dalam banyak ayat tadi. Akan tetapi mereka terjerumus dalam keyakinan dan perbuatan yang membatalkannya. Di antara hal itu adalah menyandarkan hujan ke bintang-bintang. Serta keyakinan mereka kepada dukun dan tukang sihir yang mengaku mengetahui perkara ghaib atau perkara kesyirikan dan rububiyah lainnya. Keyakinan rububiah mereka tinggal sedikit dan sangat terbatas jika dibandingkan kesyirikan mereka dalam uluhiyah dan ibadah. Kami memohon kepada Allah agar menguatkan kita dalam agaman-Nya sampai bertemu dengan-Nya. Wallahu’alam Silahkan lihat kitab Taisir Al-Azizi Al-Hamid, dan Al-Qaul Al-Mufid, 1/14.
pertanyaan tentang tauhid rububiyah